Senin, 15 Juli 2013

Deformasi


Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda [Kuang,1996]. Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara absolut maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila dikaji dari perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan relatif apabila gerakan itu dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada umumnya mengacu kepada suatu sitem kerangka referensi (absolut atau relatif).

Untuk mengetahui terjadinya deformasi pada suatu tempat diperlukan suatu survei, yaitu survei deformasi dan geodinamika. Survei deformasi dan geodinamika sendiri adalah survei geodetik yang dilakukan untuk mempelajari fenomena-fenomena deformasi dan geodinamika. Fenomena-fenomena tersebut terbagi atas 2, yaitu fenomena alam seperti pergerakan lempengtektonik,aktivitas gunung api, dan lain-lain. Fenomena yang lain adalah fenomena manusia seperti bangunan, jembatan, bendungan, permukaan tanah, dan sebagainya.

Survei deformasi dan geodinamika itu sendiri bisa bermacam-macam metodenya. Dengan metode konvensional bisa dilakukan juga, contohnya dengan menggunakan theodollit ataupun sipat datar. Dengan kemajuan teknologi muncul metode baru dalam survei deformasi dan geodinamika, yaitu metode satelit. Dengan metode satelit dapat dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) ataupun dengan menggunakan penginderaan jauh.

Salah satu contoh dalam survey deformasi dan geodinamika adalah pengamatan pergerakan lempeng. Interior bumi kita terdiri dari lapisan-lapisan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Lithosphere yang merupakan tempat berpijaknya benua dan samudra, berada di atas lapisan yang berifat fluida yaitu lapisan Astenosphere dan Mesosphere. Sehingga Lithosphere seolah-olah mengapung, dan selalu dalam keadaan tidak stabil, sangat mudah bergerak jika ada beban atau gaya yang bekerja padanya. Salah satu gaya yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng adalah arus Konveksi. Dengan melakukan pengamatan menggunakan GPS model pergerakan lempeng dapat ditentukan dengan membandingkan posisi titik-titik di atas permukaan lempeng dalam suatu kurun waktu tertentu.

Adapun faktor-faktor yang mengontrol terjadinya deformasi suatu materi adalah :

1.      Temperatur dan tekanan ke semua arah; pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat terjadi patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi lenturan atau bahkan lelehan.

2.      Kecepatan gerakan yang disebabkan oleh gaya yang diberikan; gerakan yang cepat dapat menyebabkan patahan, sedangkan gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung dari bahan yang bersangkutan dan dari keadaan-keadaan lain.

3.      Sifat material, yang bisa lebih rapuh atau lebih lentur.
Tekanan merupakan gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja pada suatu materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan diferensial atau tekanan dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah. Tekanan diferensial terbagi menjadi tensional stresscompressional stress, dan shear stress.



Tahapan Deformasi
Ketika suatu batuan dikenakan tekanan dengan besar tertentu, maka batuan itu akan mengalami tiga tahap deformasi, yaitu :


1.                      Elastic deformation adalah deformasi sementara tidak permanen 
atau dapat kembali kebentuk awal (reversible). Begitu stress hilang, batuan 
kembali kebentuk dan volume semula. Seperti karet yang ditarik akan melar 
tetapi jika dilepas akan kembali ke panjang semula. Elastisitas ini ada batasnya 
yang disebut elastic limit, yang apabila dilampaui batuan tidak akan kembali 
pada kondisi awal. Di alam tidak pernah dijumpai batuan yang pernah mengalami 
deformasi elastis ini, karena tidak meninggalkan jejak atau bekas, karena 
kembali ke keadaan semula, baik bentuk maupun volumenya. Sir Robert Hooke 
(1635-1703) adalah orang pertama yang memperlihatkan hubungan antara stress 
dan strain yang sesuai dengan batuan Hukum Hooke mengatakan sebelum melampaui 
batas elastisitasnya hubungan stress dan strain suatu material adalah linier.

2.                      Ductile deformation merupakan deformasi dimana elastic 
limit dilampaui dan perubahan bentuk dan volume batuan tidak kembali. Untuk 
mempermudah membayangkannya lihat diagram strain-stress Gambar yang didapat 
dari percobaan menekan contoh batuan silindris. Mula-mula kurva stess-strain 
naik tajam sepanjang daerah elastis sesampai pada elastic limit (Z), kurvanya 
mendatar. Penambahan stress menyebabkan deformasi ducktile. Bila stress dihentikan 
pada titik X silinder kembali sedikit kearah semula. Strain menurun sepanjang 
kurva X!Y. Strain permanennya adalah XY yang merupakan deformasi ductile.

3.                      Fracture tejadi apabila batas atau limit elastik dan ducktile 
deformasi dilampaui. Perhatikan Gambar yang semula stress dihentikan pada 
X!, disini dilanjutkan menaikkan stress. Kurva stress-strain berlanjut sampai 
titik F dan batuan pecah melalui rekahan. Deformasi rekah (fracture deformation) 
dan lentur (ductile deformation) adalah sama, menghasilkan regangan (strain) 
yang tidak kembali ke kondisi semula.


Pengontrol Deformasi
Percobaan-percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa deformasi batuan, selain tergantung pada besarnya
gaya yang bekerja, juga kepada sifat fisika dan kompisis batuan serta lingkungan tektonik dan waktu.

Faktor-faktor yang mengontrol terjadinya deformasi adalah :

1. Suhu
Makin tinggi suhu suatu benda padat semakin ductile sifatnya dan keregasannya makin berkurang. Misalnya
pipa kaca tidak dapat dibengkokan pada suhu udara normal, bila dipaksa akan patah, karena regas (brittle).
Setelah dipanaskan akan mudah dibengkokan. Demikian pula halnya dengan batuan. Di permukaan, sifatnya
padat dan regas, tetapi jauh di bawah permukaan dimana suhunya tinggi, bersifat ductile.

2. Waktu dan strain rate
Pengaruh waktu dalam deformasi batuan sangat penting. Kecepatan strain sangat dipengaruhi oleh
waktu. Strain yang terjadi bergantung kepada berapa lama batuan dikenai stress. Kecepatan batuan untuk
berubah bentuk dan volume disebut strain rate, yang dinyatakan dalam volume per unit volume per detik, di
bumi berkisar antara 10-14/ detik sampai 10-15/ detik. Makin rendah strain rate batuan, makin besar
kecenderungan terjadinya deformasi ductile.
Pengaruh suhu, confining pressure dan strain rate pada batuan, seperti ciri pada kerak, terutama di bagian
atas dimana suhu dan confining pressure rendah tetapi strain rate tinggi, batuan cenderung rapuh (brittle)
dan patah. Sedangkan bila pada suhu tinggi, confining pressure tinggi dan strain rate rendah sifat batuan akan
menjadi kurang regas dan lebih bersifat ductile. Sekitar kedalaman 15 km, batuan akan bersifat regas dan
mudah patah. Di bawah kedalaman 15 km batuan tidak mudah patah karena bersifat ductile. Kedalaman
dimana sifat kerak berubah dari regas mulai menjadi ductile, disebut brittle-ductile transition.

3. Komposisi
Komposisi batuan berpengaruh pada cara deformasinya. Komposisi mempunyai dua aspek. Pertama, jenis dan
kandungan mineral dalam batuan, beberapa mineral (seperti kuarsa, garnet dan olivin) sangat brittle, sedangkan
yang lainnya (seperti mika, lempung, kalsit dan gypsum) bersifatductile. Kedua, kandungan air dalam batuan
akan mengurangi keregasannya dan memperbesar keduktilannya. Pengaruh air, memperlemah ikatan kimia
mineral-mineral dan melapisi butiran-butiran mineral yang memperlemah friksi antar butir. Jadi batuan yang
‘basah’ cenderung lebihductile daripada batuan ‘kering’. Batuan yang cenderung
terdeformasi ductile diantaranya adalah batu gamping, marmer, lanau, serpih, filit dan sekis. Sedangkan yang
cenderung brittle adalah batupasir, kuarsit, granit, granodiorit, dan gneiss.

Minggu, 14 Juli 2013

Sesar Semangko (Patahan Sumatera)

KLIK DISINI

Sesar

Pengertian
Anatomi
Proses Terbentuknya
Hubungan dengan kekar dan lipatan
Indikasi Sesar
Analisa sesar dengan stereonet

Metode Pengambilan Sample Bahan Galian



            Bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral, bijih, termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan. Dalam penggolongan bahan galian berdasarkan pemanfaatan ada 3 jenis yaitu:
·      Bahan galian logam/bijih contoh dari bahan galian ini timah, besi, tembaga, emas dan perak.
·      Bahan galian energi contoh dari bahan galian ini adalah batubara dan minyak bumi.
·      Bahan galian industri contohnya diatome, gipsum, talk, kaolin, dan zeolit.

Suatu tubuh deposit bijih adalah campuran dari mineral-mineral dalam perbandingan yang bervariasi, sehingga besar kandungan logamnyapun tidak sama setiap bagiannya. Tidak mungkin suatu contoh tunggal yang diambil akan mewakili keseluruhan masa deposit yang bersangkutan, kecuali hanya suatu kebetulan. Meskipun demikian kesalahan yang terjadi akan dapat diperkecil kalau contoh yang diambil makin banyak. Tetapi juga tidak mungkin mengambil contoh yang sangat banyak untuk memperkecil kesalahan, karena lalu menjadi tidak praktis. Untuk itu diperlukan metode pengambilan contoh yang sistematis yang dapat mengatasi kesalahan yang mungkin terjadi sekecil mungkin. Pengambilan contoh yang banyak tetapi tidak sistematis letaknya tidak akan memperkecil kesalahan, justru akan berdampak sebaliknya. Jadi ketelitian pengambilan contoh itu tergantung dari jumlah contoh yang diambil dan lokasi pengambilannya yang tersebar secara baik di seluruh tubuh endapan bahan galian yang bersangkutan. Hal-hal berikut ini patut diperhatikan dalam pengambilan contoh (sample) :
·      Lokasi pengambilan contoh harus dicatat ataupun dimasukkan ke dalam peta secara tepat.
·      Kalau memakai metode paritan (channel sampling), maka lebar dan kedalaman parit tersebut diusahakan uniform.
·      Lebar dari setiap contoh (sample width) harus selalu dicatat.
·      Permukaan batuan yang akan diambil contohnya harus bersih dan segar.
Ada beberapa metode pengambilan contoh yang saat ini dikenal, teknik mana yang akan dipakai itu tergantung dari beberapa faktor seperti kondisi geologi yang membentuk tubuh deposit, kedalaman, ketebalan lapisan penutup, dan keadaan alami dari deposit itu sendiri seperti berlapis “banded”, dan sebagainya. Metode pengambilan contoh tersebut di atas adalah :
·      Metode Paritan (Channel Sampling)
·      Metode Selokan Uji (Trenching)
·      Metode Chipping
·      Metode Sumur Uji (Test Pitting)
·      Metode Pemboran (Borehole Sampling)

1.      Metode Paritan (Channel Sampling)
Metode ini adalah metode yang paling banyak dipakai, terutama sangat cocok untuk deposit mineral yang berlapis, “banded”, dan deposit jenis urat (vein), dimana terdapat variasi yang jelas dalam ukuran butir dan warna, yang kemungkinan juga berbeda dalam komposisi dan kadar dari bahan-bahan berharga yang dikandungnya. Metode ini dapat dilakukan pada deposit mineral baik yang tersingkap di permukaan maupun yang berada di bawah permukaan tanah pada dinding cross-cut, raise, shaft, sisi-sisi stope, ataupun dinding samurai uji (testpit). Sebaiknya untuk tidak melakukan metode channel ini pada lantai terowongan, karena bagian tersebut biasanya kotor oleh bahan jatuhan yang sering dapat mengisi rekahan-rekahan yang ada. Kalau terpaksa membuat channel pada lantai, maka lantai harus dibersihkan dulu dari kotoran pada rekahan yang ada, kemudian permukaannya dibuat benar-benar bersih, setelah itu metode ini dapat dilakukan.



Gambar 1. Metode Paritan (Channel Sampling)
Contoh paritan diambil dengan lebar sekitar 4 sampai 6 cm dan dalamnya sekitar 3 sampai 4 cm, dengan arah biasanya tegak lurus jurus lapisan. Jarak antara satu parit dengan parit lainnya tergantung dari keseragaman dari bahan galiannya. Untuk kebanyakan deposit, jarak antar parit kira-kira satu setengah meter, akan tetapi untuk deposit bijih yang kaya dan tersebar setempat-setempat jarak tersebut hanya dapat sekitar sepertiga meter saja. Umumnya satu contoh sudah cukup untuk mewakili sepanjang 2 meter dari parit yang dibuat.

2.      Metode Selokan Uji (Trenching)
Metode ini berguna untuk menemukan bahan galian dan untuk memperoleh data-data mengenai keadaan tubuh batuan (orebody) yang bersangkutan, seperti ketebalan, sifat-sifat fisik, keadaan batuan di sekitarnya, dan kedudukannya.
Cara pengambilan contoh dengan metode ini paling cocok dilakukan pada tubuh bahan galian yang terletak dangkal di bawah permukaan tanah, yaitu dimana lapisan penutup (over burden) kurang dari setengah meter. Trench yang dibuat sebaiknya diusahakan dengan cara-cara berikut :
·      Dasar selokan dibuat miring, sehingga jika ada air dapat mengalir dan mengeringkan sendiri (shelf drained) dengan demikian tidak diperlukan adanya pompa.
·      Kedalaman selokan (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga para pekerja masih sanggup mengeluarkan bahan galian cukup dengan lemparan.
·      Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya, maka jurusnya (strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya


   
Gambar 2. Bentuk Penampang Trenching




Gambar 3. Arah Penggalian Trenching (Selokan Uji)



3.      Metode Chipping
Metode ini digunakan untuk pengambilan contoh pada endapan bijih yang keras dan seragam, dimana pembuatan paritan sangat sukar karena kerasnya batuan. Contoh diambil dengan cara dipecah dengan plu geologi dalam ukuran-ukuran yang seragam dan tempat pengambilan tersebut dibuat secara teratur di permukaan batuan. Jarak dari setiap titik pengambilan baik secara horisontal dan vertikal dibuat sama (seragam) dan besarnya tergantung dari endapannya sendiri.


4.      Metode Sumur Uji (Test Pitting)
Metode ini digunakan jika lapisan penutup (over burden) agak tebal (lebih dari setengah meter), sehingga metode trenching menjadi tidak praktis karena pembuatan selokannya harus agak dalam sehingga menimbulkan masalah pada pembuangan tanah hasil galian dan masalah pembuangan air yang mungkin menggenang pada selokan, disamping akan memakan waktu yang lebih lama. Dalam keadaan tersebut maka dipakai metode dengan pembuatan sumur uji (test pitting) untuk mengambil contoh bahan galian. Pada umumnya ukuran lubang test pit ini adalah  dan kedalamannya dapat mencapai 35 meter, akan tetapi untuk jenis over burden yang lepas-lepas seperti pasir, ukuran lubang pit harus dibuat lebih besar untuk menghindari longsornya dinding, misalnya . Demikian pula ketika kedalaman test pit besar, maka ukuran lubang juga harus dibuat lebih besar, kemudian setelah kedalaman sampai setengahnya, ukuran lubang diperkecil. Jika lapisan penutup sangat lepas-lepas, maka dinding test pit-nya dibuat miring, sedangkan untuk material yang kompak dinding dibuat tegak dengan ukuran .
Untuk penghematan biaya dan keberhasilan pembuatan test pit, maka hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu :
·      Test pit harus bebas dari bongkah karena jika terhalang oleh bongkah maka pembuatan test pit tersebut akan memakan waktu yang lama sehingga memakan biaya yang mahal.
·      Penggunaan penyangga yang seadanya, untuk batuan yang kompak penyanggaan tidak perlu dilakukan.
·      Penyanggaan dapat dihindari dengan cara dinding lubang dibuat miring dan kemiringan tergantung material dari over bunden.

Gambar 4. Macam Bentuk Penampang Test Pit


5.      Metode Pemboran (Borehole Sampling)
Perkerjaan pengambilan contoh batuan dengan pemboran ini dapat dibagi menjadi dua berdasarkan tenaga penggerak dari bornya, yaitu metode pemboran tangan (hand auger) dan metode pemboran mesin (core drilling). Cara pemboran tangan sangat cocok untuk endapan bahan galian yang tidak terlalu kompak dan terletak dangkal, misalnya endapan alluvial pasir di Cilacap. Jarak antara satu pemboran dengan pemboran lainnya tergantung keadaan, sedangkan harga rata-ratanya makin baik jika pemboran makin rapat. Kadar dihitung dengan rumus :
K=  (Berat Mineral)/(Berat Contoh)  x 100%

Sebaliknya, dalam pengambilan contoh batuan dengan bor mesin supaya diperhatikan faktor-faktor di bawah ini :
·      Keadaan medan,dimana untuk keadaan medan yang berbukit-bukit, sebaiknya digunakan mesin bor yang ringan atau yang dapat dilepas-lepas untuk memudahkan pembawaan.
·      Kedalaman endapan, dimana untuk endapan yang cukup dangkal cukup dipakai bor tangan, sedangkan yang dalam digunakan bor mesin.
·      Sifat-sifat fisik batuan.
·      Sumber air.
·      Keadaan peralatan seperi keadaan pahat, stang bor, pipa casing, dan sebagainya.
Pada pemboran inti, contoh batuan yang terambil dapat berupa inti dan sludge yang masing-masing diletakkan dalam core box untuk inti dan sludge box untuk sludge. Sludge adalah hasil gesekan pahat dengan batuan yang kemudian diangkat oleh air pembilas, karena itu sludge akan berupa lumpur.



Sumber :
Teknik Eksplorasi (Ign Sudarno, Iman Wahyono Sumarinda, 1981)