Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda [Kuang,1996]. Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara absolut maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila dikaji dari perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan relatif apabila gerakan itu dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada umumnya mengacu kepada suatu sitem kerangka referensi (absolut atau relatif).
Untuk mengetahui terjadinya deformasi pada suatu tempat diperlukan suatu survei, yaitu survei deformasi dan geodinamika. Survei deformasi dan geodinamika sendiri adalah survei geodetik yang dilakukan untuk mempelajari fenomena-fenomena deformasi dan geodinamika. Fenomena-fenomena tersebut terbagi atas 2, yaitu fenomena alam seperti pergerakan lempengtektonik,aktivitas gunung api, dan lain-lain. Fenomena yang lain adalah fenomena manusia seperti bangunan, jembatan, bendungan, permukaan tanah, dan sebagainya.
Survei deformasi dan geodinamika itu sendiri bisa bermacam-macam metodenya. Dengan metode konvensional bisa dilakukan juga, contohnya dengan menggunakan theodollit ataupun sipat datar. Dengan kemajuan teknologi muncul metode baru dalam survei deformasi dan geodinamika, yaitu metode satelit. Dengan metode satelit dapat dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) ataupun dengan menggunakan penginderaan jauh.
Salah satu contoh dalam survey deformasi dan geodinamika adalah pengamatan pergerakan lempeng. Interior bumi kita terdiri dari lapisan-lapisan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Lithosphere yang merupakan tempat berpijaknya benua dan samudra, berada di atas lapisan yang berifat fluida yaitu lapisan Astenosphere dan Mesosphere. Sehingga Lithosphere seolah-olah mengapung, dan selalu dalam keadaan tidak stabil, sangat mudah bergerak jika ada beban atau gaya yang bekerja padanya. Salah satu gaya yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng adalah arus Konveksi. Dengan melakukan pengamatan menggunakan GPS model pergerakan lempeng dapat ditentukan dengan membandingkan posisi titik-titik di atas permukaan lempeng dalam suatu kurun waktu tertentu.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol terjadinya deformasi suatu materi adalah :
1. Temperatur dan tekanan ke semua arah; pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat terjadi patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi lenturan atau bahkan lelehan.
2. Kecepatan gerakan yang disebabkan oleh gaya yang diberikan; gerakan yang cepat dapat menyebabkan patahan, sedangkan gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung dari bahan yang bersangkutan dan dari keadaan-keadaan lain.
3. Sifat material, yang bisa lebih rapuh atau lebih lentur.
Tekanan merupakan gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja pada suatu materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan diferensial atau tekanan dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah. Tekanan diferensial terbagi menjadi tensional stress, compressional stress, dan shear stress.
Tahapan Deformasi
Ketika suatu batuan dikenakan tekanan dengan besar tertentu, maka batuan itu akan mengalami tiga tahap deformasi, yaitu :
1. Elastic deformation adalah deformasi sementara tidak permanen
atau dapat kembali kebentuk awal (reversible). Begitu stress hilang, batuan
kembali kebentuk dan volume semula. Seperti karet yang ditarik akan melar
tetapi jika dilepas akan kembali ke panjang semula. Elastisitas ini ada batasnya
yang disebut elastic limit, yang apabila dilampaui batuan tidak akan kembali
pada kondisi awal. Di alam tidak pernah dijumpai batuan yang pernah mengalami
deformasi elastis ini, karena tidak meninggalkan jejak atau bekas, karena
kembali ke keadaan semula, baik bentuk maupun volumenya. Sir Robert Hooke
(1635-1703) adalah orang pertama yang memperlihatkan hubungan antara stress
dan strain yang sesuai dengan batuan Hukum Hooke mengatakan sebelum melampaui
batas elastisitasnya hubungan stress dan strain suatu material adalah linier.
2. Ductile deformation merupakan deformasi dimana elastic
limit dilampaui dan perubahan bentuk dan volume batuan tidak kembali. Untuk
mempermudah membayangkannya lihat diagram strain-stress Gambar yang didapat
dari percobaan menekan contoh batuan silindris. Mula-mula kurva stess-strain
naik tajam sepanjang daerah elastis sesampai pada elastic limit (Z), kurvanya
mendatar. Penambahan stress menyebabkan deformasi ducktile. Bila stress dihentikan
pada titik X silinder kembali sedikit kearah semula. Strain menurun sepanjang
kurva X!Y. Strain permanennya adalah XY yang merupakan deformasi ductile.
3. Fracture tejadi apabila batas atau limit elastik dan ducktile
deformasi dilampaui. Perhatikan Gambar yang semula stress dihentikan pada
X!, disini dilanjutkan menaikkan stress. Kurva stress-strain berlanjut sampai
titik F dan batuan pecah melalui rekahan. Deformasi rekah (fracture deformation)
dan lentur (ductile deformation) adalah sama, menghasilkan regangan (strain)
yang tidak kembali ke kondisi semula.
Pengontrol Deformasi
Percobaan-percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa deformasi batuan, selain tergantung pada besarnya
gaya yang bekerja, juga kepada sifat fisika dan kompisis batuan serta lingkungan tektonik dan waktu.
Faktor-faktor yang mengontrol terjadinya deformasi adalah :
1. Suhu
Makin tinggi suhu suatu benda padat semakin ductile sifatnya dan keregasannya makin berkurang. Misalnya
pipa kaca tidak dapat dibengkokan pada suhu udara normal, bila dipaksa akan patah, karena regas (brittle).
Setelah dipanaskan akan mudah dibengkokan. Demikian pula halnya dengan batuan. Di permukaan, sifatnya
padat dan regas, tetapi jauh di bawah permukaan dimana suhunya tinggi, bersifat ductile.
2. Waktu dan strain rate
Pengaruh waktu dalam deformasi batuan sangat penting. Kecepatan strain sangat dipengaruhi oleh
waktu. Strain yang terjadi bergantung kepada berapa lama batuan dikenai stress. Kecepatan batuan untuk
berubah bentuk dan volume disebut strain rate, yang dinyatakan dalam volume per unit volume per detik, di
bumi berkisar antara 10-14/ detik sampai 10-15/ detik. Makin rendah strain rate batuan, makin besar
kecenderungan terjadinya deformasi ductile.
Pengaruh suhu, confining pressure dan strain rate pada batuan, seperti ciri pada kerak, terutama di bagian
atas dimana suhu dan confining pressure rendah tetapi strain rate tinggi, batuan cenderung rapuh (brittle)
dan patah. Sedangkan bila pada suhu tinggi, confining pressure tinggi dan strain rate rendah sifat batuan akan
menjadi kurang regas dan lebih bersifat ductile. Sekitar kedalaman 15 km, batuan akan bersifat regas dan
mudah patah. Di bawah kedalaman 15 km batuan tidak mudah patah karena bersifat ductile. Kedalaman
dimana sifat kerak berubah dari regas mulai menjadi ductile, disebut brittle-ductile transition.
3. Komposisi
Komposisi batuan berpengaruh pada cara deformasinya. Komposisi mempunyai dua aspek. Pertama, jenis dan
kandungan mineral dalam batuan, beberapa mineral (seperti kuarsa, garnet dan olivin) sangat brittle, sedangkan
yang lainnya (seperti mika, lempung, kalsit dan gypsum) bersifatductile. Kedua, kandungan air dalam batuan
akan mengurangi keregasannya dan memperbesar keduktilannya. Pengaruh air, memperlemah ikatan kimia
mineral-mineral dan melapisi butiran-butiran mineral yang memperlemah friksi antar butir. Jadi batuan yang
‘basah’ cenderung lebihductile daripada batuan ‘kering’. Batuan yang cenderung
terdeformasi ductile diantaranya adalah batu gamping, marmer, lanau, serpih, filit dan sekis. Sedangkan yang
cenderung brittle adalah batupasir, kuarsit, granit, granodiorit, dan gneiss.